Setiap hari kita menyusuri jalanan kota semarang dengan berbagai kepentingan, tapi pernahkah kita menyempatkan melihat pepohonan yang ada dipinggir jalan barang sejenak ?
Jawabannya bisa ya bisa tidak. Tapi yang jadi permasalahan adalah seberapa pedulikah kita dengan pohon-pohon itu. Banyak alasan dari masing-masing orang menanggapi hal ini, ada yang menganggap bahwa itu urusan dinas pertamanan kota, ada yang bilang itu urusan pemerintah, atau ada juga yang lebih ekstrem : untuk apa repot-repot ngurusi pohon, pekerjaan yang lebih penting masih banyak! Gawat ! Masih banyak dari kita yang belum peduli dengan pohon.Ini sangat memprihatinkan.
Kalau kita perhatikan, fungsi awal dari pohon-pohon tersebut adalah sebagai pohon peneduh sekaligus sebagai paru-paru kota. Namun sekarang fungsi tersebut sudah bertambah, menjadi tempat beriklan, berkampanye, dan tujuan-tujuan lain, yang akhirnya lebih banyak membuat pohon menjadi rusak. Tidak heran jika ada yang mengatakan pohon kota berbuah paku dan berbunga bendera!
Keadaan tersebut masih diperparah oleh PLN. Untuk mengantisipasi terjadinya arus pendek, dahan pohon yang menyentuh kabel biasanya dipotong. Cara memotong yang hanya separoh, mengakibatkan pohon cenderung miring ke jalan, semakin lama semakin miring ke jalan. Kalau hal ini tidak segera diatasi, suatu saat pasti akan roboh dan menimpa pengguna jalan. Kalau sudah begini siapa yang mau disalahkan.
Pohon yang miring sebenarnya menyalahi “aturan baku” dari sebuah pohon. Menurut situs Wikipedia , Pohon atau juga pokok ialah tumbuhan dengan batang dan cabang yang berkayu. Pohon memiliki batang utama yang tumbuh tegak, menopang tajuk pohon. Pohon dibedakan dari semak melalui penampilannya. Semak juga memiliki batang berkayu, tetapi tidak tumbuh tegak. Dengan demikian, pisang bukanlah pohon sejati karena tidak memiliki batang sejati yang berkayu. Jenis-jenis mawar hias lebih tepat disebut semak daripada pohon karena batangnya walaupun berkayu tidak berdiri tegak dan habitusnya cenderung menyebar menutup permukaan tanah.
Pemerintah dengan program bulan penanaman pohon pada Desember 2008, patut didukung, termasuk peraturan pemerintah daerah kota Semarang yang mengharapkan tiap RT mempunyai Ruang Terbuka Hijau (RTH) sekurang-kurangnya 25% dari wilayahnya juga perlu diindahkan.Kota yang baik, minimal 30 % wilayahnya adalah RTH. Kota Semarang sebenarnya mempunyai 50% lebih RTH, namun penyebarannya belum merata.
Penanaman dan pelestarian pohon juga merupakan upaya menyelamatkan bumi yang semakin rapuh dengan adanya pemanasan global.
Perubahan iklim yang di latar belakangi oleh kemajuan teknologi dan banyaknya bangunan gedung-gedung tinggi yang sangat berlebihan dalam penggunaan kaca dan penambangan lahan pertambangan yang secara berlebihan membuat perubahan cuaca dan pengrusakan pada tanah. Perubahan cuaca atau adanya kenaikan temperatur rata-rata pada permukaan bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir menyimpulkan bahwa sebagian besar di sebabkan oleh peningkatan temperature rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar di sebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8.
Banyak jenis pohon yang tepat untuk paru-paru kota, diantaranya pohon trembesi/Ki Hujan (Samanea saman), asam (Tamarindus indica), mahoni (Swietenia mahogani), tanjung (Mimusops elengi), atau bintaro (Cerbera manghas). Selain itu, pohon buah-buahan yang menarik bagi burung dan tupai dapat pula ditanam di lingkungan rumah kita, seperti pohon mangga (Mangifera indica), sawo kecik (Manilkara kauki), rambutan (Nephelium lappaceum), nangka (Artocarpus integra). Kawasan pantai dapat ditanami waru laut (Hibiscus tiliaceus), cemara laut (Casuarina equisetifolia), nyamplung (Calophyllum inophyllum), ketapang (Terminilia cattapa).
Khusus kota Semarang, mungkin lebih tepat ditanami pohon asam. Sejarah terjadinya nama Semarang, konon berasal dari kata asem arang-arang (pohon asem yang jarang-jarang). Disatu sisi untuk pemenuhan kebutuhan oksigen bagi warga kota sekaligus untuk nguri uri sejarah yang bisa dibagikan kepada anak cucu kita. Jangan sampai anak cucu kita baru tahu pohon asam setelah berkunjung ke kebun raya.
2 komentar:
setuju. pemerintah kota dan dinas pertamanan juga punya kewajiban mendidik warga agar lebih peduli terhadap pohon dan mensosialisasikan daftar pohon yang sebaiknya ditanam warga.
wah setuju banget nih om :) ternyata semarang sm kota saya, balikpapan sama2 punya masalah yang mirip . hhe .
Posting Komentar