Sabtu, 17 Januari 2009

Oh Pohon Kotaku....


Setiap hari kita menyusuri jalanan kota semarang dengan berbagai kepentingan, tapi pernahkah kita menyempatkan melihat pepohonan yang ada dipinggir jalan barang sejenak ?
Jawabannya bisa ya bisa tidak. Tapi yang jadi permasalahan adalah seberapa pedulikah kita dengan pohon-pohon itu. Banyak alasan dari masing-masing orang menanggapi hal ini, ada yang menganggap bahwa itu urusan dinas pertamanan kota, ada yang bilang itu urusan pemerintah, atau ada juga yang lebih ekstrem : untuk apa repot-repot ngurusi pohon, pekerjaan yang lebih penting masih banyak! Gawat ! Masih banyak dari kita yang belum peduli dengan pohon.Ini sangat memprihatinkan.
Kalau kita perhatikan, fungsi awal dari pohon-pohon tersebut adalah sebagai pohon peneduh sekaligus sebagai paru-paru kota. Namun sekarang fungsi tersebut sudah bertambah, menjadi tempat beriklan, berkampanye, dan tujuan-tujuan lain, yang akhirnya lebih banyak membuat pohon menjadi rusak. Tidak heran jika ada yang mengatakan pohon kota berbuah paku dan berbunga bendera!
Keadaan tersebut masih diperparah oleh PLN. Untuk mengantisipasi terjadinya arus pendek, dahan pohon yang menyentuh kabel biasanya dipotong. Cara memotong yang hanya separoh, mengakibatkan pohon cenderung miring ke jalan, semakin lama semakin miring ke jalan. Kalau hal ini tidak segera diatasi, suatu saat pasti akan roboh dan menimpa pengguna jalan. Kalau sudah begini siapa yang mau disalahkan.
Pohon yang miring sebenarnya menyalahi “aturan baku” dari sebuah pohon. Menurut situs Wikipedia , Pohon atau juga pokok ialah tumbuhan dengan batang dan cabang yang berkayu. Pohon memiliki batang utama yang tumbuh tegak, menopang tajuk pohon. Pohon dibedakan dari semak melalui penampilannya. Semak juga memiliki batang berkayu, tetapi tidak tumbuh tegak. Dengan demikian, pisang bukanlah pohon sejati karena tidak memiliki batang sejati yang berkayu. Jenis-jenis mawar hias lebih tepat disebut semak daripada pohon karena batangnya walaupun berkayu tidak berdiri tegak dan habitusnya cenderung menyebar menutup permukaan tanah.
Pemerintah dengan program bulan penanaman pohon pada Desember 2008, patut didukung, termasuk peraturan pemerintah daerah kota Semarang yang mengharapkan tiap RT mempunyai Ruang Terbuka Hijau (RTH) sekurang-kurangnya 25% dari wilayahnya juga perlu diindahkan.Kota yang baik, minimal 30 % wilayahnya adalah RTH. Kota Semarang sebenarnya mempunyai 50% lebih RTH, namun penyebarannya belum merata.

Penanaman dan pelestarian pohon juga merupakan upaya menyelamatkan bumi yang semakin rapuh dengan adanya pemanasan global.
Perubahan iklim yang di latar belakangi oleh kemajuan teknologi dan banyaknya bangunan gedung-gedung tinggi yang sangat berlebihan dalam penggunaan kaca dan penambangan lahan pertambangan yang secara berlebihan membuat perubahan cuaca dan pengrusakan pada tanah. Perubahan cuaca atau adanya kenaikan temperatur rata-rata pada permukaan bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir menyimpulkan bahwa sebagian besar di sebabkan oleh peningkatan temperature rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar di sebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8.
Banyak jenis pohon yang tepat untuk paru-paru kota, diantaranya pohon trembesi/Ki Hujan (Samanea saman), asam (Tamarindus indica), mahoni (Swietenia mahogani), tanjung (Mimusops elengi), atau bintaro (Cerbera manghas). Selain itu, pohon buah-buahan yang menarik bagi burung dan tupai dapat pula ditanam di lingkungan rumah kita, seperti pohon mangga (Mangifera indica), sawo kecik (Manilkara kauki), rambutan (Nephelium lappaceum), nangka (Artocarpus integra). Kawasan pantai dapat ditanami waru laut (Hibiscus tiliaceus), cemara laut (Casuarina equisetifolia), nyamplung (Calophyllum inophyllum), ketapang (Terminilia cattapa).
Khusus kota Semarang, mungkin lebih tepat ditanami pohon asam. Sejarah terjadinya nama Semarang, konon berasal dari kata asem arang-arang (pohon asem yang jarang-jarang). Disatu sisi untuk pemenuhan kebutuhan oksigen bagi warga kota sekaligus untuk nguri uri sejarah yang bisa dibagikan kepada anak cucu kita. Jangan sampai anak cucu kita baru tahu pohon asam setelah berkunjung ke kebun raya.

Kamis, 08 Januari 2009

AKU dan ANDREA HIRATA

Siapa yang tak kenal Andrea Hirata, sukses film laskar pelangi yang diangkat dari novel karangannya yang berjudul sama, telah mengangkat namanya ke tangga popularitas, bahkan sudah bisa disejajarkan dengan kaum selebritis tanah air. Makanya kalau kita rajin menonton acara infotainment, cerita kehidupan pribadinya sudah mulai “tampil” di acara yang katanya lebih banyak sisi negatifnya daripada sisi positifnya tersebut.
Lalu kenapa judul tulisan ini “AKU & ANDREA HIRATA” ??? , ada apa dengan aku ? apakah aku saudaranya Andrea ? Jawabnya tentu bukan ! aku tidak punya famili di Belitong, daerah Andrea.
Apa aku temannya Andrea ? Tidak ! Aku kenal Andrea, tapi Dia tidak kenal aku ! Karena aku bukan selebritis yang setiap orang bisa dengan mudah mengenalnya, baik lewat media cetak, elektronik, internet atau bahkan obrolan di warung kopi remang-remang.
Semakin banyak pertanyaan, semakin runyam. Kalau dilontarkan lagi pertanyaan, sepertinya 99 % jawabannya tidak.
Sepertinya ada nol koma sekian persen , benang merah antara aku dan Andrea. Fakta inipun terungkap setelah aku menyaksikan film Laskar Pelangi.
Ketika berita tentang film ini menyeruak diberbagai media, aku seperti tidak peduli dengan pemberitaan santer itu.
Kalau akhirnya aku rela berdiri mengantre tiket, itu karena desakan anak-anakku yang selalu mengajakku nonton.Anak yang satu bilang kalau temannya sudah lihat, anak yang lain berkata, “ Ceritanya bagus lho yah!”.
Yang paling kecilpun ikut-ikutan usul “ He eh yah, ceritanya cocok untuk anak-anak ! “ aku tertawa geli mendengarnya. Walah….Kamu tahu darimana? Nonton aja belum !
Tapi demi keinginan anak, dan diam-diam aku juga penasaran, akhirnya aku dan anak-anak nonton juga.
Nah, cerita tentang anak-anak belitong (termasuk Andrea) yang bersekolah di SD Muhammadiyah dengan gedung sekolah yang amat sederhana, dan gurunya yang setali tiga uang dengan bangunan sekolahannya inilah (yang secara diam-diam), masuk ke dalam memoriku.
Melihat Ikal dan kawan bersekolah dengan segala keterbatasannya, aku seperti melihat diriku sendiri.
Betapa tidak! Sekolahanku di SD Keling 4 Jepara, (waktu itu orang menyebut SD Inpres)
Juga hampir sama, baik gedung maupun siswanya. Aku dan teman-teman ke sekolah tidak pernah bersepatu !
Seingatku, pernah orangtuaku membelikan sepatu karet saat aku naik kelas lima, sepatu berwarna hitam itu justru kusimpan. Malu rasanya untuk memakainya. Tapi lama-lama kucoba juga ketika hari Senin tiba, kebetulan aku mendapat tugas memimpin upacara bendera. Kakiku terasa berat melangkah, mungkin karena terlalu banyak mata yang menatap! Alamaaaak.
Yang bikin aku geli, ternyata waktu pelajaran matematika mereka memakai alat dari lidi yang dipotong-potong sepanjang kurang lebih 10 centimeter. Persis !

Kalau di Laskar Pelangi, ada Lintang, yang telat ke sekolah karena ada buaya, temanku sering telat karena ada banjir. Maklum, rumah temanku yang jaraknya hampir tiga kilometer dari sekolah, selalu ditempuh dengan berjalan kaki melewati perbukitan, sawah dan juga sungai. Saat musim hujan, sungai tersebut sering banjir, hingga temanku mencari jalan memutar yang ada jembatannya. Berarti bukan tiga kilometer lagi dia berjalan tapi pasti lebih.
Uniknya, kalau hujan memakai payung dari daun pisang, maka hasilnya bisa ditebak : seluruh badan basah kuyub, kecuali rambut di kepala ! Alamaaaak.

Minggu, 04 Januari 2009

Puisi

Gurindam Rindu

Suara adzan mengalun
Rinduku bejibun